Mengenal Kecerdasan Emosional Lebih Dekat

Emosi adalah elemen yang tidak terpisahkan dari manusia. Ia merupakan suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta menjadi serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Goleman, 2000). Dengan kata lain, perilaku seseorang sangat mungkin diarahkan oleh emosi yang ia rasakan. Di sisi lain, kita memahami bahwa tidak semua emosi bersifat positif. Meskipun emosi selalu membawa pesan tersendiri terkait kebutuhan-kebutuhan di dalam diri kita, namun ada kalanya ia bersifat negatif. Pada situasi seperti ini, kita membutuhkan kemampuan meregulasi emosi, yaitu suatu kemampuan di mana individu mempengaruhi emosi yang dimiliki sehingga dapat mengekspresikannya dengan tepat (Gross & Thompson, 2006).

Dari perspektif yang luas, regulasi emosi adalah bagian dari kecerdasan emosional atau yang biasa disebut dengan Emotional Quotient (EQ). Daniel Goleman, seorang psikolog yang teorinya mengenai kecerdasan emosional banyak dijadikan acuan pada saat ini mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mengendalikan impuls, memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, berempati dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 2009). Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa kecerdasan emosional tidak hanya memiliki resonansi terhadap seorang individu saja, karena ia juga dapat mempengaruhi bagaimana individu tampil di lingkungan sosialnya. Bahkan, kecerdasan emosional juga dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang. Dikatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20 % bagi kesuksesan, sedangkan 80 % sisanya disumbangkan oleh EQ (Goleman, 2000). Segal, Smith & Robinson (2024) mengatakan kecerdasan emosional dapat membantu seseorang untuk sukses dalam relasi sosial, sekolah maupun karir.

Kecerdasan emosional terbagi ke dalam empat kuadran (Goleman dalam Ott, 2018)

  • Pertama, self-awareness. Kuadran ini menjelaskan lebih lanjut mengenai kemampuan individu di dalam mengenali dirinya dengan akurat, baik yang terkait dengan kondisi emosional maupun yang terkait dengan kondisi diri pada umumnya.
  • Kedua, self-management. Kuadran ini berbicara lebih jauh mengenai kemampuan mengendalikan diri dan emosinya. Termasuk di dalamnya bagaimana ia dapat memotivasi diri sendiri, bangkit dari kegagalan, dan memiliki optimisme di dalam diri. 
  • Ketiga, social awareness, yang berbicara mengenai kemampuan mengenali emosi orang lain, memahami orang lain serta berempati kepada situasi mereka. Kuadran ini juga menyinggung tentang kemampuan individu mengenali dinamika lingkungan sosial di sekitarnya. 
  • Keempat, relationship management, membahas tentang bagaimana individu dapat mempengaruhi orang lain, hingga membangun kerja sama dan menyelesaikan konflik.

Integrasi yang apik dari keempat kuadran akan membantu individu menjadi pribadi yang adaptif, di mana kuadran keempat adalah hasil dari efektifnya individu pada kuadran satu, dua dan tiga.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi. Goleman (2009) menjelaskan bahwa lingkungan keluarga berperan besar dalam membentuk kecerdasan emosional seseorang. Pola asuh orang tua memainkan peranan yang kritikal bagi perkembangan emosional anak, yang akan dibawanya hingga dewasa. Selain itu, faktor-faktor di luar keluarga juga memberikan dampak yang signifikan. Lingkungan masyarakat sekitar akan menjadi media belajar bagi anak dalam mengembangkan kemampuan membangun relasi sosialnya. Ia mulai belajar mengembangkan empati ketika menjalin interaksi sosial.

Kabar baiknya, kecerdasan emosional ini bukanlah sesuatu yang ajeg dan tidak dapat diubah. Dengan kesadaran penuh, kita dapat berlatih untuk meningkatkan kecerdasan emosional yang masih belum optimal. Berbagai metode dapat dicoba mulai dari melakukan refleksi diri, mindfulness and breathing, manajemen emosi negatif seperti stress management, pengembangan komunikasi efektif untuk relasi sosial yang lebih baik hingga manajemen konflik.

Pada akhirnya, kecerdasan emosional tidak hanya menyokong kehidupan kita dalam berbagai aspek, namun ia juga dapat membantu kita hidup lebih Sejahtera dengan melalui kesehatan mental yang lebih baik.

 

Tinjauan Pustaka:

  • Goleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
  • Goleman, Daniel. (2009). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
  • Gross, J.J. & Thompson, R. A. 2006. Emotion regulation: Conceptual foundations. In J. J. Gross (Ed.), Handbook of emotion regulation. New York: Guilford Press.
  • Improving emotional intelligence (EQ): Expert guide. HelpGuide.org. (2024, August 21). https://www.helpguide.org/mental-health/wellbeing/emotional-intelligence-eq
  • Ott, C. (n.d.). What is Emotional Intelligence?  . The Ohio State University. https://ohio4h.org/sites/ohio4h/files/imce/Emotional%20Intelligence%20Background.pdf

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top