Dalam perjalanan hidup, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang tidak sesuai dengan harapan. Mulai dari kegagalan, kehilangan, hingga kenyataan pahit yang sulit diterima. Ketika ini terjadi, kita cenderung melawan, menyangkal, atau berusaha mengubah hal-hal yang berada di luar kendali kita. Namun, ada konsep yang dapat membantu kita menghadapi kenyataan tersebut dengan cara yang lebih sehat dan damai, yaitu radical acceptance.
Radical acceptance adalah konsep dalam psikologi yang berasal dari Dialectical Behavior Therapy (DBT), yang dikembangkan oleh Marsha Linehan. Istilah ini merujuk pada penerimaan penuh terhadap kenyataan sebagaimana adanya, tanpa memberi penilaian (Linehan, 2014). Radical acceptance melibatkan penerimaan terhadap emosi, pikiran, dan keadaan yang tidak bisa diubah; dan melepaskan rasa kebencian serta emosi negatif terhadap apa yang sedang dihadapi (Cuncic, 2024; Maidenberg, 2022). Hal ini tidak berarti menerima dengan pasrah, tetapi kita mengakui bahwa kenyataan adalah apa adanya, dan tidak ada gunanya melawan sesuatu yang tidak bisa kita ubah.
Menurut Linehan (2018), pengalaman hidup perlu diterima secara apa adanya karena kenyataan hidup yang terjadi tidak dapat diubah, jika ingin mengubahnya pun maka tentu diperlukan penerimaan dahulu. Kedua, ia menjelaskan bahwa rasa sakit dalam hidup tidak bisa dihindari, dan menolak kehadirannya hanya akan mengubah rasa sakit menjadi penderitaan serta menyebabkan individu terjebak pada ketidakbahagiaan, kepahitan, rasa marah, sedih, malu, dan emosi menyakitkan lainnya. Sedangkan, penerimaan mungkin membawa kesedihan, tetapi biasanya diikuti oleh ketenangan yang mendalam (Linehan, 2018). Linehan (2014) menyatakan pandangan ini yakin bahwa hidup masih bisa dijalani bahkan ketika peristiwa yang menyakitkan terjadi. Dengan penerimaan, individu dapat bersikap aktif dalam mengelola emosinya, dengan mengakui pengalaman dan perasaannya, tanpa harus lelah berpura-pura atau melakukan penghindaran terhadap emosi yang sesungguhnya dirasakan (Bach dalam Taitz, 2021).
Menurut Dr. Bach (dalam Taitz, 2021) salah satu cara untuk melatih radical acceptance adalah dengan (1) mengenali (recognize) atau berhenti sejenak untuk menyadari apa yang sedang terjadi, (2) mengizinkan (allow) atau menerima pengalaman saat ini tanpa menyangkalnya, (3) menyelidiki (investigate) atau menanyakan pada diri sendiri apa yang sedang terjadi dalam pikiran dan tubuh dengan rasa ingin tahu yang lembut, dan (4) merawat (nurture) atau memberikan kasih sayang pada diri sendiri selayaknya memperlakukan seorang teman yang sedang membutuhkan kasih sayang. Dengan memilih penerimaan dalam situasi yang menyulitkan, individu akan melatih kebiasaan menghadirkan mindfulness pada momen-momen hidupnya dan memperkuat kemampuan untuk menghadapi tantangan dengan lebih tenang dan bijaksana.
Oleh: Rinda A’anisah, M. Psi., Psikolog
Referensi
- Cuncic, A. (2024). How to practice radical acceptance. Verywell Mind. Diakses melalui https://www.verywellmind.com/what-is-radical-acceptance-5120614 pada 23 November 2024
- Linehan, M. (2014). DBT Skills training manual. Guilford Publications.
- Maidenberg, M. P. (2022). The healing power of radical acceptance. Psychology Today. Diakses melalui https://www.psychologytoday.com/intl/blog/being-your-best-self/202203/the-healing power-of-radical-acceptance pada 23 November 2024
- Marsha Linehan on radical acceptance. (2018). Byron Clinic. Diakses melalui https://byronclinic.com/marsha-linehan-radical-acceptance/ pada 23 November 2024
- Taitz, J. (2021). The New York Times – Breaking News, US News, World News and Videos. Diakses melalui https://www.nytimes.com/2021/04/22/well/mind/radical acceptance-suffering.html pada 23 November 2024